Mengenang Budi Darma

Budi Darma (25 April 1937 – 21 August 2021)Foto: AMINEF/ Fulbright Indonesia.

Budi Darma (25 April 1937 – 21 August 2021)

Foto: AMINEF/ Fulbright Indonesia.

 

Senin, 23 Agustus 2021

Pada hari Sabtu, 21 Agustus, 2021, saya mendapat pesan WhatsApp dari Tiffany Tsao. Pak Budi kritis, katanya. Sejak Budi Darma dan keluarganya terpapar Covid sebulan lalu, Tiffany selalu membagi kabar dari penerbit Noura Publishing tentang perkembangan beliau. Tak lama kemudian, WhatsApp Tiffany datang lagi. Pak Budi telah berpulang. Saya dan Tiffany terlalu sedih untuk bicara di telepon, maka kami berduka sendiri-sendiri. 

Bagaimana mengenang Budi Darma? Apakah saya harus menulis obituari? Ini adalah genre yang sangat menguras emosi, dan saya tidak yakin bisa menulis dua obituari dalam waktu berdekatan. Bulan Juni lalu saya menulis eulogi untuk Toeti Heraty. Pak Budi mengirim pesan pada saya, berikut PDF koran Kompas: “Halaman 6, Mbak Intan. Bagus!” Saya senang dia menyukai tulisan saya tentang Ibu Toeti.

 Pak Budi, saya mohon maaf tidak menulis obituari, tapi mudah-mudahan saya turut serta mengabadikan karya Pak Budi lewat pengantar saya untuk terjemahan Orang-orang Bloomington (People from Bloomington) yang diterjemahkan Tiffany Tsao dan diterbitkan Penguin Classics tahun depan. 

Bloomington ver.jpg

Dalam tulisan itu, saya menulis tentang kosmopolitanisme Budi Darma yang melawan hegemoni tatapan Barat lewat penggambaran atas Barat dari perspektif penulis dunia ketiga. Saya juga menyebut:

“Budi Darma’s realism is also a strange realm, a universe full of coincidence and cruel fate, where a larger force – Deus ex machina? – is laughing at the characters, or myself, like in the Coen Brothers’ films. When I learned that Budi Darma was completing his Ph.D. thesis on Jane Austen when he wrote it, I finally understood his stories, along with his cast of observant but weird characters, in a different light. People of Bloomington is a Jane Austen’s world with an absurdist twist . Budi Darma’s new take on the absurd, along with his cosmopolitan sensibility, has added a rich, complex, and vibrant flavor to the history of Indonesian literature. “

Di hari ketika Pak Budi berpulang, Jawa Pos mengirimkan beberapa pertanyaan pada saya untuk sebuah artikel mengenang Budi Darma. Artikel tersebut (juga memuat wawancara dengan Tiffany) terbit pada hari Minggu, 22 Agustus, 2021. Pertanyaan-pertanyaan dari Jawa Pos mengingatkan saya bahwa Pak Budi tidak hanya menyentuh saya lewat karya tapi juga lewat kehangatan dan perhatiannya sebagai rekan senior di dunia sastra.

Semasa Covid, tiga penulis yang saya kagumi berpulang-- Sapardi Djoko Damono, Toeti Heraty, dan Budi Darma—dan mereka semua sangat mendukung generasi di bawah mereka. Toeti Heraty adalah model buat saya, dan meskipun saya terlambat mengenalnya secara pribadi, saya tahu ia banyak membantu begitu banyak seniman, aktivis, dan akademisi. Pak Sapardi mungkin yang paling sering berhubungan dengan saya, mengajak saya menjadi dosen tamu dan memberikan dukungannya dalam bentuk “shout out.” Saya pikir cukup banyak juga yang membaca karya saya karena mendapat rekomendasi dari Pak Sapardi.

Budi Darma mendukung dengan cara yang berbeda. Ia rajin merawat hubungan sesama penulis. Setiap kali melihat tulisan atau wawancara saya di media, ia selalu kirim pesan atau email, berkomentar atau memuji meskipun jempol itu tak terlihat di media sosial. Pak Budi melakukan ini bukan hanya kepada saya tapi juga ke beberapa penulis yang dikenalnya. Di saat kita semua begitu sibuk dan hanya menunjukkan perhatian artifisial lewat “likes” tanpa benar-benar menyapa (ya, saya bersalah soal ini), perhatian yang ditunjukkan Pak Budi terasa sangat manis, juga langka.

Pak Budi juga punya imajinasi dan selera humor yang unik. Suatu kali, dia pernah menulis surat: Bagaimana ya kalau Mary Shelley bukan anak Godwin dan Mary Wollstonecraft, dan tidak menikah dengan Shelley, dan Shelley tidak bersahabat dengan Byron? Saya senang sekali mendengar spekulasi dan lelucon kutu buku a la Pak Budi, baik yang ia sampaikan lewat komunikasi langsung maupun tulisannya. Karyanya dipenuhi intertekstualitas; Selalu ada rujukan ke teks lain dalam khasanah sastra yang membuat kita seperti diajak bermain dan menemukan hubungan-hubungan.

Saya tak tahu apakah surga dipenuhi orang-orang yang saling mengintip, menjahili, dan menyabotase satu sama lain seperti orang-orang Bloomington, tapi saya sangat berharap Pak Budi berbahagia di sana.

Selamat jalan, Pak Budi.